Berikut film-film yang masuk ke alamat panitia dan saat ini sedang ditinjau dalam proses penjurian. Empat orang juri dilibatkan untuk tahap penilaian kompetisi tersebut yaitu Wensilaus Fatubun, Arul Prakkash, Lisabona Rahman dan Melania Kirihio.

NoJudul FilmSutradara
1Tese TewesWahyu Andreas
230 Tahun Su LewatLidya Monaliza Upuya
3Sasi Ibu-Ibu  Kampung Kapatcol Misol Barat  Wawan Mangile
4Moinyayo Hekhe Mokhonate? 

(Apakah Generasi Berikut Bisa Berkebun?)

Alberth Yomo
5Selamat Pagi Ibu GuruYosef Levi
6Jayapura 79 MenitYosef Levi
7Mama Papua Melawan Perusahan SawitPapuan Voices Merauke
8Mama Papua Gerbang Hati Kudus YesusPapuan Voices Merauke
9Mama Papua Ekonomi PesisirPapuan Voices Merauke
10Perempuan Papua Di TanahnyaKristina Soge, Dion Kafudji
11Menembus BatasNaomy Wenda
12Daerah HilangHelena Kobogau
13AgmaiAgus Kalalu
14Perempuan TangguhMaikel Kayame , Tibe Tebay
15Keadilan Di Atas Tanah SendiriNelson Lokobal
16Pahlawan Tanpa Tanda JasaCristian G. Tigor Kogoya
17 Mre WentehNelius Wenda

Sinopsis

Tese Tewes

Tese Tewes menceritakan seorang perempuan dari sebuah kampung (Mama Efa Toyakap), seorang tokoh pemimpin perempuan dalam adat orang asmat kenok. Mama Efa memiliki kekhawatiran akan adat dan tradisi yang perlahan hilang di dalam kehidupan generasi muda asmat. Maka dengan semangat dan segala upaya Mama Efa berusaha mengajarkan nilai-nilai itu kepada remaja putri di kampungnya.

Produser: Rosa Dahlia

Sutradara: Wahyu Andreas

Penata Kamera: Rosa Dahlia, Bernardo Octo

Penyunting: Wahyu Andreas

30 Tahun Su Lewat

Mama Karolina Wayangkau dan suaminya, Hermanus Satia adalah transmigran lokal dari daerah Serui yang bekerja di perkebunan kelapa sawit Perusahaan Tinggi Perkebunan Nusantara (PTPN) II, Tanjung Morawa Provinsi Papua Kabupaten Keerom sejak tahun 1998.

Awalnya kehidupan mereka cukup baik namun sejak 4 tahun terakhir, sejak tahun 2015 hingga sekarang, perusahaan sudah tidak lagi beroperasi dengan baik karena masa kontrak perusahaan selama 30 tahun sudah selesai. Keluarga Mama Karolina akhirnya memilih untuk keluar dari perumahan karyawan dan lokasi baru yang diberikan oleh Kepala suku di Kampung Suskun. Disitulah mereka memulai kehidupan baru bersama anak-anak dan merasakan banyak perubahan.

Produser:   Papuan Voices

Sutradara:   Monaliza Upuya

Penata Kamera:   Monaliza Upuya, Elis Apyaka, dan Yakobus Seranik

Penyunting:   Monaliza Upuya dan Bernad Koten

Sasi Ibu-Ibu  Kampung Kapatcol Misol Barat  

Sasi merupakan kearifan lokal masyarakat Maluku dan Papua tidak terkecuali di Raja Ampat. Sasi umumnya dilakukan oleh gereja adat dan marga (Petuanan). Sasi Ibu-Ibu kampung Kapatcol dipelopori oleh Almarhumah Mama Betsina Hay, tokoh perempuan yang mendorong kesetaraan antara perempuan dan laki-laki. Upaya Almarhum mama Betsina dan mama-mama yang lain menyakinkan Petuanan dan gereja tidaklah mudah. Perjuangan Mama-Mama membuahkan hasil, tahun 2012 mereka secara resmi memperoleh hak mengelola Sasi laut, yang lokasi tak jauh dari kampung. Hasil Sasi laut mereka pergunakan untuk biaya sekolah anak-anak, seragam, dan tabungan bersama. Berpulangnya Mama Betsina tidak memudarkan semangat mama mama lain untuk tetap melakukan Sasi.

Produser: Wawan Mangile

Sutradara: Wawan Mangile 

Penata Kamera: Wawan Mangile

Penyunting: Wawan Mangile

Moinyayo Hekhe Mokhonate? (Apakah Generasi Berikut Bisa Berkebun?)

Bercerita tentang kegigihan dan kekhawatiran Perempuan Sentani di Kampung Ayapo untuk mempertahankan tradisi berkebun tradisional. Berkebun tradisional ini adalah praktek membuka lahan dan menanam jenis-jenis tanaman tertentu yang memiliki manfaat bukan saja untuk makan sehari-hari, tapi lebih dari itu untuk menjaga kelangsungan budaya.

Namun seiring perkembangan zaman hingga memasuki era millennium saat ini, para orang tua, khususnya mama-mama di kampung mulai kuatir. Karena sebagian besar anak muda di kampung tak bisa berkebun, baik laki-laki maupun perempuan. Saat ini yang berjalan ke kebun adalah orang-orang yang berumur di atas 40 tahun.

Jadi kondisi ini menimbulkan kegelisahan mama-mama di kampung. Sekali lagi bukan soal kebun untuk makan saja, tapi dalam berkebun ini ada nilai tradisi budaya yang perlu dijaga, karena dari kebun itu akan menghasilkan tanaman-tanaman yang memiliki arti penting dalam budaya adat Sentani seperti membayar mas kawin, bayar kepala, dan urusan adat lainnya.

Produser: Alberth Yomo

Sutradara: Alberth Yomo

Penata Kamera: Alberth Yomo

Penyunting: Alberth Yomo

Selamat Pagi Ibu Guru

Sekolah Dasar Inpres Ampas terletak di Kabupaten Keerom. Guru-guru yang ditugaskan di SDI Ampas tidak semua berada di tempat tugas dengan berbagai alasan.  Ruang kelas hanya ada siswa-siswi dan meja guru yang kosong. Ucapan selamat pagi ibu guru di ruang kelas menjadi langka. Ibu Ester, salah satu guru yang betah di tempat tugas berusaha mengisi ruang-ruang kelas yang ditinggalkan guru-guru lain, termasuk menyiapkan makanan tambahan untuk anak-anak sekolah. Bersamaan dengan aktivitasnya di sekolah dan di rumah, Ibu Ester juga membagi pengalaman selama bertugas di Ampas. Seperti apa pengalaman Ibu Ester? 

Produser Fiqri Firmansyah

Sutradara Yosef Levi

Penata Kamera Yosef Levi

Penyunting Yosef Levi

Jayapura 79 Menit

Jayapura 79 menit menceritakan tentang rumah baca di kampung Yoboi. Kampung Yoboi terletak di pinggir Danau Sentani, 79 menit dari pusat Kota Jayapura. Pekerjaan pokok sebagian besar warga adalah menjaring ikan di danau dan menokok sagu di pinggir danau. Ada beberapa warga yang berdagang sebagai tambahan pendapatan disamping pekerjaan pokoknya. Setiap hari para orang tua sibuk dengan aktivitasnya. Sementara anak-anak mengisi waktu luang selepas sekolah dengan bermain. 

Berbeda dengan kehidupan di Yoboi, kehidupan di Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura sangat dinamis dengan aneka macam perubahan dan persaingan hidup. Hany Felle, seorang perempuan warga Yoboi sadar akan dinamika kehidupan di kota, yang akan berpengaruh terhadap kehidupan di Yoboi. Ia pun mendirikan rumah baca, mempersiapkan anak-anak Yoboi menghadapi tantangan di kota .

Anak-anak Yoboi yang biasanya sibuk bermain mulai membagi waktu dengan belajar di rumah baca. Mereka berani mengkritisi situasi yang dianggap tidak benar. Berani mengemukakan pendapat, bercerita tentang cita-citanya. Akbar berani mengkritisi situasi di sekolahnya. Sementara Unte yang belum bersekolah tidak kaku bercerita tentang mobilnya di depan kamera. Orang tua pun senang terhadap perkembangan anak mereka ketika adanya rumah baca. 

Rumah baca merupakan salah satu bentuk konkret peran warga untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, mempersiapkan diri untuk menghadapi persaingan.

Produser: –

Sutradara: Yosef Levi

Penata Kamera: Yosef Levi

Penyunting: Yosef Levi

Mama Papua Melawan Perusahan Sawit (tanpa sinopsis)

Mama Papua Gerbang Hati Kudus Yesus (tanpa sinopsis)

Mama Papua Ekonomi Pesisir (tanpa sinopsis)

Perempuan Papua Di Tanahnya

Film ini bercerita tentang pengalaman Irene Fatagur, seorang perempuan asal Arso kabupaten Keerom di tengah

konflik tanah setelah 36 tahun perkebunan kelapa sawit PTPN II masuk di wilayahnya.

Produser: –

Sutradara: Kristina Soge & Dion Kafudji

Penata Kamera: Kristina Soge & Dion Kafudji

Penyunting: Kristina Soge & Dion Kafudji

Menembus Batas

Tidak adanya kesetaraan antara perempuan dan laki-laki masih melekat kuat dalam budaya orang Papua. Hingga saat ini dalam pandangan masyarakat perempuan akan selalu dianggap warga kelas dua, apalagi jika para perempuan tidak dibekali dengan pendidikan yang layak. Esther Haluk seorang perempuan Papua kelahiran Wamena. Dia berprofesi sebagai dosen di Sekolah Tinggi Teologi Walter Post Sentani Kabupaten Jayapura. Dia juga menjabat sebagai direktur lembaga Iwatali Papua. Lewat perannya sebagai dosen dan pimpinan lembaga, Esther berusaha menyebarkan nilai-nilai kesetaraan dan keadilan terutama terhadap perempuan.

Produser

Sutradara: Naomy Wenda

Penata Kamera: Naomy Wenda, Rutina Labene, Elis Apyaka

Penyunting: Naomy Wenda

Daerah Hilang

Film ini menceritakan tentang hilangnya sebuah kampung yang diakibatkan oleh pengoperasian dan pembuangan limbah tailing PT. Freeport melalui jalur sungai hingga ke laut. Yang menyebabkan kehidupan di kampung ini dalam ancaman terbesar dan sama sekali tidak ada kehidupan ditempat ini. Belum ada solusi yang dilakukan untuk penanganan dari pihak perusahaan hingga saat ini suku Amungme dan Kamoro mengalami banyak kendala. Setiap akses jalan terputus antar kampung oleh pasir kimia yang menutupi hingga sampai di laut luas dan juga tempat mencari makanan seperti ikan, udang, dan siput tidak ditemukan lagi, bahkan air bersih. Kampung ini sudah tidak ada kehidupan lagi. 

Produser: Adolfina Kuum

Sutradara: Helena Kobogau

Penata Kamera: Helena Kobogau

Penyunting: Indra Porhas Siagian

Agmai (tanpa sinopsis)

Perempuan Tangguh

Flm ini menceritakan tentang seorang mama janda yang menghidupi anak-anaknya dengan berjualan roti, sayur, ubi dan uang pensiun sebesar Rp 13,000 per bulan dengan pendapatan yang kurang minim namun ia bisa menyekolahkan anak-anaknya hingga menjadi sarjana.  

Produser Yayasan Teratai Hati Papua

Sutradara Maikel Kayame dan Tibe Tebay

Penata Kamera Nelson Lokobal

Penyunting Nelson Lokobal, Cristian Kogoya, Tibe Tebai dan Maikel Kayame

Keadilan di atas Tanah Sendiri

Cerita seorang pengungsi yang menjadi relawan kemanusiaan untuk Nduga, yang bernama Dolia. Ia adalah seorang aktivis kemanusiaan. Sejak terjadinya kasus berdarah di Kabupaten Nduga pada tanggal 1 Desember 2018 mengakibatkan banyak masyarakat yang melarikan diri kehutan-hutan, sampai ada yang mengungsi ke kabupaten Jayawijaya. Dolia bersama dengan teman-teman tim relawan mencoba untuk mendampingi para pengungsi tersebut hingga membangun sekolah darurat untuk anak-anak pengungsi.

Produser: Yayasan Teratai Hati Papua

Sutradara: Nelson Lokobal

Penata Kamera: Nelson Lokobal

Penyunting: Nelson Lokobal

Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Mama Herlina Hubi adalah salah satu perempuan di lembah Balim yang setia menjaga honai dan kebudayaan asli. Ia berharap pemuda dan pemudi Balim kembali ke honai, menjaga dan merawat kampung agar budaya Balim tetap dikembangkan.                                      

Produser: Cristina Wenda

Sutradara: Cristian G. Tigor Kogoya

Penata Kamera: Cristian G. Tigor Kogoya

Penyunting: Cristina G. Tigor Kogoya

Mre Wenteh

Film ini bercerita tentang tarian adat suku Nafri di Kota Jayapura. Dalam tarian ini, perempuan berada di bagian depan “bawa di muka”. Mama Maria Taniau menceritakan bagaimana tarian seperti ini sudah lama tidak ditarikan lagi.

Produser: –

Sutradara: Nelius Wenda

Penata Kamera: Nelius Wenda

Penyunting: Nelius Wenda

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.